Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Seringkali
secara sadar maupun tidak, kita “meng-amini” ketika mendengar isi tausyiah yang
disampaikan seseorang yang mengaku sebagai pemegang otoritas agama bahwa para nabi/rasul diutuskan ke dunia untuk memperbaiki ahlaq manusia. Benarkah pernyataan
itu? Mungkinkah seorang manusia, meskipun itu seorang nabi atau rasul dapat
memperbaiki ahlaq manusia? Lalu mengapa kalau mereka dapat dan mampu memperbaiki ahlaq manusia banyak manusia
yang tetap kafir
di saat itu? Atau
kalimat “memperbaiki ahlaq manusia” ini perlu direkonstruksi sehingga kita
tidak salah kaprah dalam menerima
dan memahaminya?
Lalu bagaimana sebenarnya Allah SWT dalam Al-Qur’an menjelaskannya perihal
tugas para nabi/rasul? Mari kita bahas barang sejenak.
Kalau kita mau telusuri lebih dalam isi
kandungan Al-Qur’an, maka tugas para nabi/rasul adalah menyampaikan risalah
islam sesuai firman-firman-Nya (bukan
memberikan petunjuk sehingga manusia berperilaku yang baik/ahlaqul karimah),
tidak lebih dari itu. Jadi tugas para nabi/rasul hanya sebagai mediator untuk
menyampaikan firman-firman-Nya. Para nabi/rasul pun dalam menyampaikan
firman-firman Allah SWT tidak pernah ditambahi atau dikurangi. Semua sesuai
dengan “redaksional” dari Allah SWT, sebagaimana bunyi ayat berikut ini.
“Dan
kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan
jelas."
(QS. Yasiin 36:17).
Sejarah pun
mencatat, meskipun Muhammad SAW seorang rasul, beliau tidak mampu
men-syahadat-kan kerabat dekatnya seperti pamannya Abu Jahal dan Abu Lahab,
demikian pula dengan pamannya yang dikasihinya yang telah mengasuhnya sejak
umur 8 tahun, yaitu Abu Thalib. Tatkala beliau memohon kepada Allah SWT agar
pamannya bersyahadat sebelum menghembuskan nafas terakhirnya dipangkuan beliau,
saat itu pula turunlah firman Allah SWT yang isinya “menegur” beliau.
“Sesungguhnya
kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi
Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui
orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al-Qashash
28:56).
Dari
ayat di atas sudah jelas dan tegas, bahwa tugas dari Rasulullah Muhammad SAW
adalah menyampaikan risalah islam, bukan memberikan petunjuk (apalagi mengubah
ahlaq manusia), sedangkan yang menjadikan seseorang mendapat petunjuk atau
tidak adalah hak prerogatif Allah SWT. Di ayat lain pun, Allah SWT menjelaskan
hal yang sama.
“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk,
akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di
jalan allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu
membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja
harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan
cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan).” (QS.
Al-Baqarah 2:272).
Dalam Al-Qur’an maupun literature
islam pun mencatat, tidak hanya Rasulullah Muhammad SAW yang tidak dapat
memberikan petunjuk, tetapi para nabi/rasul lain pun mengalami hal yang sama. Qabil
anak dari nabi Adam AS yang membangkang kepada ayahnya, Kan’an (anak) dan istri
nabi Nuh AS yang tidak mau masuk islam, Ayah nabi Ibrahim AS, Istri nabi Luth
AS yang berkhianat, dan masih banyak contoh lainnya. Jadi datangnya petunjuk bukanlah dinilai dari keturunan
atau hubungan darah, meskipun mereka orang-orang terdekat para utusan Allah
SWT. Sekali lagi semua hak prerogatif adalah milik Allah SWT dan Allah SWT tahu hamba-hamba-Nya
yang mau menerima petunjuk dan mampu menjalankannya.
“Bukankah Allah
cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya. Dan mereka mempertakuti kamu dengan
(sembahan-sembahan) yang selain Allah? Dan siapa yang
disesatkan Allah maka tidak seorangpun pemberi petunjuk baginya. Dan
barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak seorangpun yang dapat
menyesatkannya. Bukankah Allah Maha Perkasa lagi mempunyai (kekuasaan
untuk) mengazab?” (QS. Az-Zumar 39:36-37)
Dari sedikit uraian di
atas jelaslah sudah bahwa datangnya petunjuk bukanlah dari nabi/rasul. Tugas
para nabi/rasul hanya sebatas menyampaikan risalah islam dari Allah SWT, menemani umatnya dan menjelaskan apa yang belum
dipahaminya, memberikan teladan kepada umat agar Allah SWT berkenan memberikan
ke-islam-an, ke-iman-an dan ke-ihsan-an melalui ke-istiqomah-an dalam beribadah
dan dzikrullah, serta hal-hal lainnya. Adapun datangnya petunjuk, sehingga manusia pada
akhirnya mempunyai ahlaq yang mulia buah
dari meneladani apa yang dicontohkan para nabi/rasul adalah semata-mata karunia dan rahmat dari Allah SWT, Sang Pemegang
Kekuasaan Tunggal. Selama
petunjuk belum diberikan Allah SWT, maka sepandai apapun seseorang dalam ber-agama,
maka apa yang didapat hanya menjadi teori saja (dalam otak saja layaknya ilmu
pengetahuan dan dalam menjalankan ibadahnya hanya secara formalitas saja) dan
tidak akan teraplikasi secara totalitas dalam kehidupan ini karena hatinya
masih tertutup. Oleh karena itu, mohonlah kepada Allah SWT agar Dia berkenan (mempunyai
kehendak) melimpahkan karunia (petunjuk), rahmat dan ridha-Nya kepada kita.
Sebagai tambahan,
kalau ada pemegang otoritas agama yang mengaku dapat memberikan pencerahan dan memberi petunjuk kepada umatnya maka hal itu perlu dipertanyakan dan status yang disandang patut diragukan, karena apa yang diucapkan kontraproduktif dengan isi kandungan
Al-Qur’an. Tugas pemegang otoritas agama (penerus nabi) juga
tidak jauh berbeda, yaitu sebagai penyampai risalah islam, bukan mencerahkan,
apalagi mengaku dapat memberikan petunjuk kepada umat manusia.
Demikian pula dengan
artikel ini. Bukan bermaksud mencerahkan para pembaca, namun semata-mata
menyampaikan apa yang telah dipahamkan Allah SWT kepada saya. Saya ini mengakui
bahwa diri ini bodoh, ummi (tidak
bisa membaca/iqra’/Maa ana bil qorii), lemah dan tidak
memiliki sesuatu pun yang patut dibanggakan dihadapan Allah SWT maupun para
pembaca. Saya pun hanya seorang
makmum, itu pun pada posisi shaf paling belakang. Jadi semua tulisan
yang saya uraikan dan tersaji dihadapan para pembaca semata-mata ridha Allah SWT.
Semoga
artikel singkat ini dapat bermanfaat, dan dapat menjadi pijakan (kontemplasi)
kita bersama. Amin ya Rabbal’alamiin.
Untuk
menambah wawasan beragama anda, silahkan baca dan membeli E-Book saya dengan
cara men-download. Adapun E-Book yang telah saya terbitkan adalah :
- E-Book PERTAMA saya yang berjudul : “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW
DALAM BERMA’RIFATULAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/05/e-book-meneladani-spiritual-rasulullah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna
merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
- E-Book KEDUA saya yang berjudul : “MENGAJI AL-QUR’AN KEPADA ALLAH” ..http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/06/e-book-kedua-mengaji-al-quran-kepada_5596.html (silahkan klik kalimat/tulisan berwarna yang berwarna merah disamping ini
untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
- E-Book KETIGA saya yang berjudul : “MENYIBAK TAKWIL RAKAAT SHALAT
FARDHU” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/07/e-book-ketiga-menyibak-takwil-rakaat.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping
ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
Semoga bermanfaat!!!
Senantiasa ISTIQOMAH untuk
meraih ridha Allah SWT!!!
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar