DAPAT UANG MELALUI INTERNET

Kamis, 29 Agustus 2013

TUGAS PARA NABIYULLAH


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

            Seringkali secara sadar maupun tidak, kita “meng-amini” ketika mendengar isi tausyiah yang disampaikan seseorang yang mengaku sebagai pemegang otoritas agama bahwa para nabi/rasul diutuskan ke dunia untuk memperbaiki ahlaq manusia. Benarkah pernyataan itu? Mungkinkah seorang manusia, meskipun itu seorang nabi atau rasul dapat memperbaiki ahlaq manusia? Lalu mengapa kalau mereka dapat dan mampu memperbaiki ahlaq manusia banyak manusia yang tetap kafir di saat itu? Atau kalimat “memperbaiki ahlaq manusia” ini perlu direkonstruksi sehingga kita tidak salah kaprah dalam menerima dan memahaminya? Lalu bagaimana sebenarnya Allah SWT dalam Al-Qur’an menjelaskannya perihal tugas para nabi/rasul? Mari kita bahas barang sejenak.

            Kalau kita mau telusuri lebih dalam isi kandungan Al-Qur’an, maka tugas para nabi/rasul adalah menyampaikan risalah islam  sesuai firman-firman-Nya (bukan memberikan petunjuk sehingga manusia berperilaku yang baik/ahlaqul karimah), tidak lebih dari itu. Jadi tugas para nabi/rasul hanya sebagai mediator untuk menyampaikan firman-firman-Nya. Para nabi/rasul pun dalam menyampaikan firman-firman Allah SWT tidak pernah ditambahi atau dikurangi. Semua sesuai dengan “redaksional” dari Allah SWT, sebagaimana bunyi ayat berikut ini.
           
“Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas." (QS. Yasiin 36:17).

            Sejarah pun mencatat, meskipun Muhammad SAW seorang rasul, beliau tidak mampu men-syahadat-kan kerabat dekatnya seperti pamannya Abu Jahal dan Abu Lahab, demikian pula dengan pamannya yang dikasihinya yang telah mengasuhnya sejak umur 8 tahun, yaitu Abu Thalib. Tatkala beliau memohon kepada Allah SWT agar pamannya bersyahadat sebelum menghembuskan nafas terakhirnya dipangkuan beliau, saat itu pula turunlah firman Allah SWT yang isinya “menegur” beliau.

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al-Qashash 28:56).

            Dari ayat di atas sudah jelas dan tegas, bahwa tugas dari Rasulullah Muhammad SAW adalah menyampaikan risalah islam, bukan memberikan petunjuk (apalagi mengubah ahlaq manusia), sedangkan yang menjadikan seseorang mendapat petunjuk atau tidak adalah hak prerogatif Allah SWT. Di ayat lain pun, Allah SWT menjelaskan hal yang sama.

Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-Baqarah 2:272).

            Dalam Al-Qur’an maupun literature islam pun mencatat, tidak hanya Rasulullah Muhammad SAW yang tidak dapat memberikan petunjuk, tetapi para nabi/rasul lain pun mengalami hal yang sama. Qabil anak dari nabi Adam AS yang membangkang kepada ayahnya, Kan’an (anak) dan istri nabi Nuh AS yang tidak mau masuk islam, Ayah nabi Ibrahim AS, Istri nabi Luth AS yang berkhianat, dan masih banyak contoh lainnya. Jadi datangnya petunjuk bukanlah dinilai dari keturunan atau hubungan darah, meskipun mereka orang-orang terdekat para utusan Allah SWT. Sekali lagi semua hak prerogatif adalah milik Allah SWT dan Allah SWT tahu hamba-hamba-Nya yang mau menerima petunjuk dan mampu menjalankannya.

“Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya. Dan mereka mempertakuti kamu dengan (sembahan-sembahan) yang selain Allah? Dan siapa yang disesatkan Allah maka tidak seorangpun pemberi petunjuk baginya. Dan barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak seorangpun yang dapat menyesatkannya. Bukankah Allah Maha Perkasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) mengazab?” (QS. Az-Zumar 39:36-37)
           
Dari sedikit uraian di atas jelaslah sudah bahwa datangnya petunjuk bukanlah dari nabi/rasul. Tugas para nabi/rasul hanya sebatas menyampaikan risalah islam dari Allah SWT, menemani umatnya dan menjelaskan apa yang belum dipahaminya, memberikan teladan kepada umat agar Allah SWT berkenan memberikan ke-islam-an, ke-iman-an dan ke-ihsan-an melalui ke-istiqomah-an dalam beribadah dan dzikrullah, serta hal-hal lainnya. Adapun datangnya petunjuk, sehingga manusia pada akhirnya mempunyai ahlaq yang mulia buah dari meneladani apa yang dicontohkan para nabi/rasul adalah semata-mata karunia dan rahmat dari Allah SWT, Sang Pemegang Kekuasaan Tunggal. Selama petunjuk belum diberikan Allah SWT, maka sepandai apapun seseorang dalam ber-agama, maka apa yang didapat hanya menjadi teori saja (dalam otak saja layaknya ilmu pengetahuan dan dalam menjalankan ibadahnya hanya secara formalitas saja) dan tidak akan teraplikasi secara totalitas dalam kehidupan ini karena hatinya masih tertutup. Oleh karena itu, mohonlah kepada Allah SWT agar Dia berkenan (mempunyai kehendak) melimpahkan karunia (petunjuk), rahmat dan ridha-Nya kepada kita.

Sebagai tambahan, kalau ada pemegang otoritas agama yang mengaku dapat memberikan pencerahan dan memberi petunjuk kepada umatnya maka hal itu perlu dipertanyakan dan status yang disandang patut diragukan, karena apa yang diucapkan kontraproduktif dengan isi kandungan Al-Qur’an. Tugas pemegang otoritas agama (penerus nabi) juga tidak jauh berbeda, yaitu sebagai penyampai risalah islam, bukan mencerahkan, apalagi mengaku dapat memberikan petunjuk kepada umat manusia.

Demikian pula dengan artikel ini. Bukan bermaksud mencerahkan para pembaca, namun semata-mata menyampaikan apa yang telah dipahamkan Allah SWT kepada saya. Saya ini mengakui bahwa diri ini bodoh, ummi (tidak bisa membaca/iqra’/Maa ana bil qorii), lemah dan tidak memiliki sesuatu pun yang patut dibanggakan dihadapan Allah SWT maupun para pembaca. Saya pun hanya seorang makmum, itu pun pada posisi shaf paling belakang. Jadi semua tulisan yang saya uraikan dan tersaji dihadapan para pembaca semata-mata ridha Allah SWT.

Semoga artikel singkat ini dapat bermanfaat, dan dapat menjadi pijakan (kontemplasi) kita bersama. Amin ya Rabbal’alamiin.

Untuk menambah wawasan beragama anda, silahkan baca dan membeli E-Book saya dengan cara men-download. Adapun E-Book yang telah saya terbitkan adalah :
  1. E-Book PERTAMA saya yang berjudul : “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA’RIFATULAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/05/e-book-meneladani-spiritual-rasulullah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  2. E-Book KEDUA saya yang berjudul : “MENGAJI AL-QUR’AN KEPADA ALLAH” ..http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/06/e-book-kedua-mengaji-al-quran-kepada_5596.html (silahkan klik kalimat/tulisan berwarna yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
  3. E-Book KETIGA saya yang berjudul : “MENYIBAK TAKWIL RAKAAT SHALAT FARDHU” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/07/e-book-ketiga-menyibak-takwil-rakaat.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).

Semoga bermanfaat!!!
Senantiasa ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!
            
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar