DIMANA MASJIDKU?
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Kalau
kebetulan para pembaca berdomisili di pulau Jawa dan sering bepergian keluar
kota, maka ada perasaan bangga terhadap perkembangan umat islam dalam mendirikan
rumah ibadah (masjid). Hanya beberapa kilo jarak
antara masjid satu
dengan masjid yang lain saling berdekatan, sehingga ketika waktu shalat datang
maka anda tidak perlu bersusah payah mencari masjid sebagai tempat untuk
memuliakan Allah SWT.
Namun
dibalik kebanggan tersebut, saya secara pribadi juga merasakan kesedihan dan
kegelisahan. Mengapa? Karena tidak semua masjid itu benar-benar diperuntukkan
bagi umat islam sebagaimana mestinya. Paling tidak saya pernah mengalami tiga
peristiwa, Pertama, Pernah suatu kali pada hari Jum’at di sebuah
kota di sebelah selatan Jawa Tengah tatkala saya bepergian dan kebetulan waktu
shalat Jum’at akan di mulai, saya mencari masjid yang paling dekat ditemui.
Tanpa memandang dan memperhatikan jamaah di sekitar masjid tersebut, saya
langsung berwudhu dan bergabung dengan jamaah lainnya yang akan menunaikan
ibadah shalat Jumat. Semua terasa biasa-biasa saja hingga prosesi shalat
berakhir baru saya sadari ada kejanggalan. Banyak para jamaah yang
memperhatikan diri saya, dan ternyata masjid itu milik aliran tertentu, sehingga
kehadiran saya terasa asing di mata mereka.
Kedua,
Hal yang sama juag
pernah saya alami
ketika saya menjalankan ibadah shalat fardhu. Saat itu pun tidak terbersit ada
sesuatu yang aneh dalam masjid maupun jamaahnya. Namun apa yang terjadi setelah
saya selesai mendirikan shalat dan meninggal tempat tersebut? Sambil memakai
sepatu, saya perhatikan ada seseorang (marbot) mendekati bekas saya shalat dan
membersihkan tempat tersebut. Seolah-olah tempat yang saya pakai untuk
mendirikan shalat seperti (maaf) meninggalkan bekas najis. Karena rasa
penasaran, saya kemudian bertanya kepada penduduk di luar (sekitar) masjid tersebut. Ternyata tempat ibadah itu milik aliran
tertentu, jadi jamaah yang di luar dari aliran itu dianggap “orang asing”
sehingga bekas tempat shalat perlu dibersihkan. Saya cuma tertegun dan bingung.
Ketiga,
Peristiwa kali ini lebih membuat saya pengin cepat-cepat meninggalkan
masjid. Ini terjadi pada hari jumat ketika mendengarkan
khotbah. Sungguh isi khotbahnya “menyeramkan”. Bayangkan mereka
menjelek-jelekkan kelompok tertentu karena perbedaan hal-hal yang kecil
(furuq). Memang sih antara kelompok ini dengan kelompok lain yang disindir
kalau dalam forum kenegaraan seolah-olah mesra, bisa duduk bersama dan tidak
ada konflik. Namun bila mereka tidak bersamaan atau dalam forum resmi, maka ada semacam “dendam” bersemayam di dua kelompok
ini dan kondisi ini telah berlangsung lama. Tak heran bila saya mempunyai
teman yang antipati untuk shalat di masjid kelompok A, demikian pula
sebaliknya.
Itulah
kesedihan dan kegelisahan saya. Masjid adalah rumah umat islam dan tempat
mulia. Pada jaman Rasulullah Muhammad SAW dulu, fungsi masjid tidak hanya untuk beribadah namun juga sebagai pemersatu umat islam, berdiskusi dan memecahkan
masalah umat maupun pemerintahan, dan lain sebagainya.
Lalu apa yang terjadi
sekarang? Inikah representasi dari umat islam sekarang ini? Mengapa kita yang
seiman dan bersaudara justru saling berpecah belah dan saling mencurigai? Apakah kondisi ini sebagai bentuk realita yang terjadi seperti apa yang disabdakan Rasulullah SAW dulu bahwa pasca beliau wafat umat islam
akan terpecah belah menjadi 73 golongan (firqah) dan hanya satu yang benar?
Apakah saat ini umat islam sudah tidak mau mengindahkan
peringatan dari beliau
untuk kembali ke Al-Qur’an dan Sunnah?
Padahal jaman Rasulullah SAW dulu islam tidak ada aliran, golongan, kelompok.
mahzab, dll. Islam itu satu, tidak
terkotak-kotak yang didasari kepentingan pribadi atau golongan. Bukankah berpecah
belah merupakan salah
satu kategori orang munafik? Apa sih orang munafik itu? Dalam pengertian
syara’, munafik adalah orang yang lahirnya menyatakan beriman, padahal hatinya
kufur. Hal
apa yang mesti kita
lakukan ketika menemui masjid malah dijadikan tempat untuk memecah belah umat? Mari
kita belajar dari jaman Rasulullah Muhammad SAW dahulu.
Sejarah telah
mencatat, pasca perang Tabuk, Rasulullah Muhammad SAW dihadapkan dengan
beberapa umatnya yang berperilaku munafik. Ada sekelompok kaum munafik di Dzu
Awan (sejauh perjalanan satu jam dari Madinah) yang membangun masjid bernama
Dhirar, dengan maksud untuk memecah belah umat islam, membelokkan ajaran agama
islam dan sebagai tempat berkumpul bagi golongan mereka. Mereka minta kepada
Rasulullah SAW, supaya bersedia membukakan dan menunaikan shalat di dalamnya.
Akan tetapi Rasulullah SAW tahu bahwa masjid itu dibangun dengan niat buruk,
lalu beliau menolak permintaan mereka bahkan memerintahkan supaya masjid itu
dibakar. Peristiwa ini diabadikan dalam Al-Qur’an.
“Dan
(di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid
untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan
untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta
menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak
dahulu. Mereka Sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain
kebaikan." Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah
pendusta (dalam sumpahnya). Janganlah kamu
bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguh- nya mesjid
yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih
patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang
ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bersih. Maka apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar taqwa
kepada Allah dan keridhaan-(Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang
mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh
bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahannam. Dan Allah tidak memberikan
petunjuk kepada orang- orang yang zalim. Bangunan-bangunan yang mereka dirikan
itu senantiasa menjadi pangkal keraguan dalam hati mereka, kecuali bila hati
mereka itu telah hancur. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS.
At-Taubah 9: 107-110).
Ayat di atas tentu tidak saja berlaku pada masa
Rasulullah SAW dulu, tetapi juga relevan pada saat sekarang ini. Dari ayat di atas ada hal yang saya garis bawahi, bahwa
ketika fungsi masjid justru dijadikan untuk memecah
belah umat islam maka Allah SWT secara jelas dan tegas melarang kita untuk mendirikan
shalat di masjid itu selama-lamanya.
Lalu langkah apa yang mesti kita ambil
agar tidak melanggar larangan Allah SWT? Jawabannya saya kembalikan ke sidang pembaca,
dan saya tahu bahwa anda lebih bijak dalam memberikan jawabannya.
Semoga
artikel singkat ini dapat bermanfaat, dan dapat menjadi pijakan (kontemplasi)
kita bersama dan lebih berhati-hati. Amin ya Rabbal’alamiin.
Untuk
menambah wawasan beragama anda, silahkan baca dan membeli E-Book saya dengan
cara men-download. Adapun E-Book yang telah saya terbitkan adalah :
- E-Book PERTAMA saya yang berjudul : “MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW
DALAM BERMA’RIFATULAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/05/e-book-meneladani-spiritual-rasulullah.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna
merah disamping ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
- E-Book KEDUA saya yang berjudul : “MENGAJI AL-QUR’AN KEPADA ALLAH” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/06/e-book-kedua-mengaji-al-quran-kepada_5596.html (silahkan klik kalimat/tulisan berwarna yang berwarna merah disamping ini
untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
- E-Book KETIGA saya yang berjudul : “MENYIBAK TAKWIL RAKAAT SHALAT
FARDHU” http://www.akubersujud.blogspot.com/2013/07/e-book-ketiga-menyibak-takwil-rakaat.html (silahkan klik kalimat/tulisan yang berwarna merah disamping
ini untuk mengetahui syarat dan ketentuannya).
Semoga bermanfaat!!!
Senantiasa ISTIQOMAH untuk
meraih ridha Allah SWT!!!
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar