Lalu siapa sebenarnya
pengganti (penerus) tugas nabi pasca Rasulullah SAW wafat dan yang berhak
menduduki “jabatan” dibawah Muhammad SAW untuk syiar islam? Yaitu hamba-hamba yang
dipilih dan dikehendaki Allah SWT, atau mereka biasa disebut dengan para ulil amri. Kata ulil amri bukanlah
sebagaimana yang sering kita pahami selama ini yaitu pemimpin suatu negara,
tetapi mereka adalah manusia pilihan pewaris kitab atau penerus nabi. Para penerus nabi ini
dibagi menjadi dua tingkatan yaitu pertama, Waliyullah sebagai
poros, jumlahnya satu orang, dan otoritasnya mencakup antar bangsa. Selama dunia ini berputar, maka ketika seorang waliyullah wafat akan digantikan (Allah SWT akan mengangkat) waliyullah lain sebagai penggantinya. kedua, alim ulama yang otorisasinya skala “lokal” (daerah/kampung)
jumlahnya ada beberapa orang. Ketika seorang alim ulama wafat maka Allah SWT juga akan mengangkat alim ulama lain sebagai penggantinya. Keberadaan mereka inilah yang
menyebabkan dunia hingga kini masih berputar. Kalau bumi hingga masih ini
berotasi dan berevolusi maka ini ada peran mereka. Kalau dapat dianalogkan dengan
roda, dimana waliyullah sebagai as-nya, sedangkan alim ulama ulama adalah
gotri (bola-bola besi kecil di dalam laker) yang mengelilingi as. Kedua golongan inilah yang diangkat dan dilantik Allah SWT yang ditandai dan diberi
bukti berupa nur iman dan nur islam.
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya”
(QS.
An-Nisaa’ 4:59).
“Dan di
antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan
hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan”. (QS. Al-A’raaf 7:181).
Lalu
siapa yang menjadi jeruji dan bannya agar roda berputar? Mereka adalah golongan orang munafik,
kafir, dzalim, fasik, musyrik, majusi, dan sabi’in. Itu mengapa dalam
Al-Qur’an, Allah SWT telah menjelaskan bahwa kebanyakan manusia bukan golongan
beriman sebagai bentuk sunnatullah dan takdir (baca artikel saya Sudahkah Kita Beriman?)
“Dan
sebahagian besar manusia tidak akan beriman - walaupun kamu sangat
menginginkannya” (QS. Yusuf 12:103).
Dan
sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam
keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain)”. (QS. Yusuf
12:106).
Dalam
realita, para penerus nabi ini (waliyullah dan ulama) justru tidak
pernah “mengumumkan diri” walaupun sudah dilantik dan mendapat SK (Surat
Keputusan) dari Allah SWT sebagai utusan-Nya, karena mereka takut terjerumus ke dalam sifat sombong. Mereka juga tidak
pernah mengobral derajatnya dihadapan umat manusia lainnya. Justru mereka
rendah hati bahkan mohon agar Allah SWT berkenan “menyembunyikan” derajat
mereka dari pandangan manusia pada umumnya. Biasanya
hanya orang-orang tertentu (pilihan) yang tahu siapa sebenarnya mereka. Al-Qur’an
pun menjelaskan, bahwa yang tahu waliyullah adalah waliyullah lainnya, demikian pula para alim ulama Allah SWT.
“Dan
berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah
memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai
kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al
Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu
dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka
dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah.
Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik- baik
Penolong”. (QS. Al-Hajj 22:78).
Dalam
hadits qudsi, “Allah berfirman yang artinya: “Para Wali-Ku itu ada dibawah naungan-Ku, tiada yang mengenal mereka
dan mendekat kepada seorang wali, kecuali jika Allah memberikan Taufiq
HidayahNya”
Sahl Ibn
‘Abd Allah at-Tustari ketika ditanya oleh muridnya tentang bagaimana (cara)
mengenal Waliyullah, ia menjawab : “Allah
tidak akan memperkenalkan mereka kecuali kepada orang-orang yang serupa dengan
mereka, atau kepada orang yang bakal mendapat manfaat dari mereka – untuk
mengenal dan mendekat kepada-Nya.”
Ibnu
Taymiyyah menjelaskan bahwa : “Wali-wali
Allah, Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya. Allah ridha kepada
mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Jadi jelas, wali bukanlah dari kalangan
tertentu dengan penampilan tertentu. Apalagi kalau sampai ada orang yang
mengaku-aku sebagai wali, itu bukanlah ciri kewalian. Seorang wali Allah akan
selalu menyembunyikan kedekatan dan ketaatannya kepada Tuhan. Andaipun ia
mendapatkan karamah (keluar biasaan semacam mukzizat) maka ia tidak akan
menceritakan dan mengumumkannya kepada orang ramai”.
As Sarraj
at-Tusi mengatakan : “Jika ada yang
menanyakan kepadamu perihal siapa sebenarnya wali itu dan bagaimana sifat
mereka, maka jawablah : Mereka adalah orang yang tahu tentang Allah dan
hukum-hukum Allah, dan mengamalkan apa yang diajakrkan Allah kepada mereka.
Mereka adalah hamba-hamba Allah yang tulus dan wali-wali-Nya yang bertakwa”
Rasulullah
SAW : “Sesungguhnya ada di antara hamba
Allah (manusia) yang mereka itu bukanlah para Nabi dan bukan pula para
Syuhada’. Mereka dirindukan oleh para Nabi dan Syuhada’ pada hari kiamat karena
kedudukan (pangkat) mereka di sisi Allah Swt seorang dari shahabatnya berkata,
siapa gerangan mereka itu wahai Rasulullah? Semoga kita dapat mencintai mereka.
Nabi Saw menjawab dengan sabdanya: Mereka adalah suatu kaum yang saling
berkasih sayang dengan anugerah Allah bukan karena ada hubungan kekeluargaan
dan bukan karena harta benda, wajah-wajah mereka memancarkan cahaya dan mereka
berdiri di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Tiada mereka merasa takut seperti
manusia merasakannya dan tiada mereka berduka cita apabila para manusia berduka
cita. (HR. An-Nasai dan Ibnu Hibban
dalam kitab shahihnya)
Hadits
di atas merupakan penjabaran dari ayat Al-Qur’an berikut ini “Ingatlah, sesungguhnya
wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati” (QS. Yunus 10:62).
(Bersambung....)
Apa yang saya bahas di atas adalah sedikit cuplikan dari E-Book kedua saya yang berjudul MENGAJI AL-QUR'AN KEPADA ALLAH. (silahkan klik tulisan warna merah di samping untuk mengetahui tata cara dan ketentuan men-download). Bagi sidang pembaca yang ingin menambah wawasan beragama, saya juga telah me-launching E-Book pertama saya yang berjudul MENELADANI SPIRITUAL RASULULLAH SAW DALAM BERMA'RIFATULLAH. (silahkan klik tulisan warna merah disamping untuk mengetahui tata cara dan ketentuan men-download)
Marilah kita tetap ISTIQOMAH untuk meraih ridha Allah SWT!!!
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Iwan Fahri Cahyadi
Pondok Ar-Rahman Ar-Rahim
Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar